bersaku tiga, bukan satu

Gambar

Pakaian tak hanya terbuat dari benang. Pakaian tak hanya terbentuk oleh jarum. Pakaian juga terbuat dan terbentuk oleh kekuasaan dan nafsu menertibkan. Dan oleh karena itu, pakaian tak hanya dibuat dan dikerjakan oleh para tukang jahit, namun ia juga dibuat dan dijahit oleh perangkat-perangkat otoritas, mekanisme-mekanisme sosial, dan para pemegang tafsir.

Mendiang Ali Sadikin, Gubernur Jakarta pada tahun 70-an, pernah mengatakan bahwa kemeja batik adalah pakaian yang dapat diterima pada resepsi-resepsi dan jamuan makan malam untuk menggantikan jas atau pakaian sejenis, yang, pada saat itu, lebih dikenal sebagai setelan barat. Namun haruslah dibedakan mana kemeja batik yang resmi dan tidak resmi. Masih menurutnya, kemeja batik “tidak resmi” adalah yang berlengan pendek dan bersaku satu. Dan kemeja batik “resmi” adalah yang berlengan panjang dan memiliki tiga saku, satu di atas dan dua di bawah, kiri dan kanan.

Pada saat itu, memang, kemudian menjadi maraklah kemeja-kemeja batik yang bersaku tiga, bukan satu, mendatangi acara-acara resmi. Kemeja-kemeja batik itu, yang bersaku tiga, bukan satu, menjadi jauh lebih percaya diri untuk bergaul di segala tingkatan.

Apapun itu, suka atau tidak suka, kurang-lebih, begitulah pakaian terjahit.

Deru mesin jahit dan desis kekuasaan.

Dulu dan sekarang. Sekonyol apapun.